Cerpen

       
A LETTER TO GOD
( SEPUCUK SURAT UNTUK TUHAN )

Sebuah Taman yang penuh kenangan sangat sayang bila ditinggalkan begitu saja. Disinilah dulu tempat Bagas untuk melepaskan rasa sedih dan kecewa, dan disaat senangpun ia selalu berada ditempat ini. Baginya tempat ini merupakan tempat terindah dalam hidunya. Disebuah pohon yang ada di taman ini seakan menjadi temannya, karena disaat ia merasa sedih, kecewa, dan senang sekalipun, pada dialah tempatnya untuk mencurahkan isi hatinya.
Gerakannya terhenti, bola matanya mulai fokus setelah melihat sehelai kertas yang tertempel pada batang pohon itu. Bagas mendekat dan mengambil kertas tersebut dan mulai membacanya. Tak satupun huruf yang ia lewatkan dan tiap kalimat ia baca dengan detail. Belum selesai ia membaca, raut wajahnya langsung menunjukkan raut wajah sedih, seakan ia sedang bernostalgia. Ternyata itu adalah surat yang sengaja ia tulis untuk menyampaikan isi hatinya yang kala itu sangat sedih kepada Tuhan.
Kala itu Bagas masih berusia 9 tahun dan masih duduk dibangku kelas 4 SD. Di sekolah ia kurang mendapatkan teman karena keadaan fisiknya yang tidak sempurna. Ia selalu dikucilkan oleh teman-temannya, ia langsung sedih dan didalam lubuk hatinya ia berkata : ya Allah, kenapa engkau menciptakan aku di dunia ini  jika hanya aku diperlakukan seperti ini, aku juga adalah manusia seperti mereka, aku ingin dihargai dan punya teman selayaknya manusia normal lainnya.
Tak lama kemudian ada seorang anak laki-laki yang langsung membela Bagas dan mengusir anak yang sedang mengolok-ngolok bagas. “Kamu tidak apa-apa”, ucap anak lelaki itu. “Kamu siapa”, ucap Bagas. Aku Dimas, aku anak kelas 5. “Kenapa kamu menolongku” ? aku hanyalah anak cacat yang tidak pantas untuk ditolong, ucap Bagas. “Aku tidak pernah membeda-bedakan seseorang, tidak peduli dia cacat atau tidak, bagiku semua sama”, ucap Dimas. Bagas langsung tersenyum setelah mendengar perkataan dari Dimas.
“Dimas ? apa kamu mau menjadi temanku ? ucap Bagas. “ Tentu saja, kenapa tidak, mulai hari ini kita adalah teman” ucap Dimas. Dihari itu Bagas sangat senang karena sudah mendapatkan teman, tapi dihari yang menggembirakan itu ternyata terdapat pula kabar buruk yang menimpa Bagas.
Setelah pulang dari sekolah dan iapun tiba di rumah, ia kaget karena banyak sekali orang yang datang kerumahnya. Ia terheran-heran, apakah ada yang ulang tahun, syukuran, lomba, atau apa.... ? , tapi seingatku tidak ada tuh. Bagas mulai menoleh kearah pagar rumahnya, disitu terdapat bendera kuning yang ditaruh di pagar rumahnya. Bagas mulai bertanya-tanya, siapa yang meninggal ? ucapnya khawatir. Bagas langsung berlari dan langsung masuk kedalam rumahnya, ia melihat ada seseorang yang sudah ditutupi badannya dengan kain berwarna putih. Bagas mulai mendekat dan membuka kain yang menutup muka orang itu, tangannya bergetar saat membuka kain putih itu, dan pada saat dibuka ternyata orang itu tidak lain dan tidak bukan adalah Ibunya sendiri. Tetes air mata mulai membasahi wajah Bagas, ia berteriak dengan sekencang kencangnya dengan menyebutkan nama Ibunya. “Kenapa ini bisa terjadi ?” ucap Bagas. Ayah Bagas mulai menenangkan Bagas yang telah dilanda rasa sedih yang sangat luar biasa, “Bagas ? Ibu kamu sudah pergi nak, dia sudah dipanggil oleh Allah, inilah kehidupan dan ini adalah takdir dari yang Maha Kuasa, maka dari itu kita harus bisa sabar dan merelakan ini semua” ucap Ayah Bagas.
Setelah proses pemakaman sudah selesai, Dimas baru mendengar kabar ini sekarang, ia langsung pergi kerumah Bagas dan setelah sampai, yang hanya ada dirumah hanyalah Ayah bagas saja. “Bagas dimana Pak” ? tanya Dimas. “Bagas tidak ada dirumah, dia pergi ke taman dekat danau” jawab Ayah Bagas. Dimas pun langsung pergi menyusul Bagas ke taman dekat danau, kemudian setelah sampai ia melihat Bagas sedang bersandar di sebuah pohon. Dimas langsung pergi menemui Bagas, ia tahu kalau Bagas sedang dilanda rasa sedih yang sangat luar biasa, maka dari itu ia berusaha menenangkan hati Bagas.
“Aku tahu kalau kamu sedang sedih, tapi jangan biarkan rasa sedih itu mengalahkanmu, kamu harus bisa bangkit dan melanjutkan hidup kamu, perjalanan kita masih panjang dan kita harus bisa melangkah kedepan” ucap Dimas. “ Iya Dimas, aku tahu itu, terima kasih kamu sudah menjadi teman terbaikku” ucap Bagas. Aku ingin menulis sebuah surat yang ingin aku kirim kepada Tuhan dan mudah-mudahan surat ini bisa sampai kepadanya. Bagas mulai menulis dan bukan cuma satu surat saja yang ia tulis melainkan ada dua.
Surat tersebut berisi tentang rasa sedihnya karena sudah ditinggalkan oleh Ibunya. Didalam surat itu berisi semua curahan hatinya dan disaat menulis surat itupun ia meneteskan air mata, itu adalah bukti bahwa Bagas sangat sayang kepada Ibunya. Suratpun selesai ditulis, Surat pertama ia tempel di batang pohon dan surat kedua ia terbangkan dengan menggunakan balon. Didalam hatinya Bagas berkata : semoga engkau menerima suratku ini yah Allah.  Bagas... Bagas, terdengar suara yang memanggil nama Bagas. Bagas pun menoleh kebelakang, ternyata orang itu adalah Dimas. ”Coba deh kamu liat surat ini, apa kamu masih ingat” ? ucap Bagas. “Tentu saja aku masih ingat, itu moment yang tidak akan pernah aku lupakan” ucap Dimas.
Tapi tempat yang dulunya adalah tempat favorite aku, sekarang tempat ini adalah tempat yang sangat tidak terawat. Banyak daun karing dimana-mana dan ranting pohonpun banyak yang berserakan. Pohon yang dulunya hijau sekarang sudah menjadi kering. Zaman sekarang sudah benar-benar berbeda dengan yang dulu, zaman sudah semakin modern dan teknologi pun sudah semakin maju, tapi kenapa tempat yang dulunya indah sekarang sudah seperti tempat pembuangan sampah. “Inilah kehidupan, zaman akan terus berubah seiring berjalannya waktu ”ucap Dimas. Ayo kita pergi Gas, ucap Dimas. “Ayo” ucap Bagas, selamat tinggal taman yang penuh dengan kenangan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

THE NELUNS - REVIEW AND GENERAL PROJECT INSIGHT

MONEYTOKEN - Decentralized Finance Ecosystem Of Virtual Assets

The CyberFM